Masih ingat tidak ketika Gubernur DKI Jakarta (yg secara
administratif disebut pemimpin/raja/dll) selalu berjalan kaki menelusuri
pojok-pojok Jakarta, dengan pakaian lusuhnya yg sama sekali tak menampakkan
sosok seorang raja. Turun ke jalan berbaur dengan rakyatnya, mencari sumber
masalah dan berjuang keras memecahkannya (problem
solving). Nahh Baru-baru ini negara kita dihebohkan dengan Gubernur dan
wakil gubernur DKI Jakarta Jokowi-Ahok yang mungkin lebih tepatnya mereka
disebut news maker.
Yaa gimana tidak mereka berdua tak henti-hentinya membuat
kontroversi bagi kalangan atas (bukan
kalangan bawah lohh). Maksudnya opo nihh?? Gini kalau kita bicara tentang
kalangan atas, itu tidak terlepas dari sifat administratifnya sebagai pemimpin
atau pejabat yang notabene sangat-sangat eksklusif, sangat formalistik, sangat
prosedural, mewah, dilindungi vordreader, ajudan, dan semua hal yg berkaitan
dengan fasilitas pemimpin. Semua jauh dari kata 180 derajat sifat administratif
yg melekat di diri seorang pemimpin (masih
belum ngerti juga?). maksudnya sifat administratifnya itu yaa contoh
konkrit kalau kita yaa wong cilik ini mau ketemu ama pemimpin (misalnya bupati, gubernur, dll) itu
mesti berurusan dengan prosedural ping pong-ping pong belum lg ketika kita
tidak dilayani dengan baik, nahh gimana tuhh pemirsa (kayak enterteiner aja loh)
Baiklah biar gak formal tuisannya saya akan jelaskan masalah
mengapa Indonesia begitu administratif banget? Sistem hukum yang di pakai di
Indonesia ialah sistem hukum Eropa Kontinental (civil law-civiel recht), itu ialah sistem hukum yang bercirikan
negara administratif dimana untuk menjalankan alat-alat negara dibuatlah
prosedural-prosedural administrasi untuk mensistematiskan jalannya negara itu,
misalnya nih membuat KTP ya dibutlah prosedur seperti melapor ke RT/RW, trus
urus surat pengantar ke Lurah, baru ke kantor camat lagi,, dll. Jadi makna
kasarnya negara Indonesia adalah negara yang digerakkan oleh mesin administrasi
dan prosedural. Dimana-mana mau berurusan dengan negara yaa berurusan dengan
administrasi dan prosedur yang ada.
Nahh gimana agar prosedur dan administrasi itu bisa jalan, maka
dibuatlah pelayan-pelayan masyarakat agar tidak dibebani oleh mesin
administrasi itu. Dalam teori hukum, pemimpin sejatinya ialah pelayan rakyat,
sehingga secara materil, rakyat memegang tampuk kekuasaan, rakyatlah yg mesti
dilindungi, rakyat mesti dilayani, maka hakikat sesungguhnya dari rakyat ialah
raja yang sesungguhnya dalam sebuah negara. Trus siapa pelayannya? Ya pemimpin
itu tadi, ketika ia mampu melayani rakyatnya dengan baik maka konsekuensi
logisnya rakyat akan menjadi sejahtera dan akan trus mempercayai si pemimpin (pelayan) tapi tatkala si pelayan ini
telah melenceng dari tugas mulianya untuk melayani rakyat, maka sang raja (rakyat) tak segan-segan akan bersatu
menggulingkan si pemimpin tersebut. Inilah hakikat sesungguhnya.
Sekarang marilah kita terjun dan lihat realitas di lapangan,
sesuai tidak dengan teori yg saya paparkan di atas?? Wah wah justru negara ini
si pelayan rakyat sudah benar-benar melenceng loh dari tugasnya, yg ada di otak
mereka sekarang bagaimana agar merekalah yg dilayani, betul tidak?? Negara sudah
menjadi alat bagi pemimpin untuk mempertahankan tampuk kekuasaan, rakyat
dijadikan kendaraan politik, diperas dan dimanfaatkan. Semuanya jadi terbalik,
maka jangan harap melihat negara ini sejahtera (walfare state) dan tertib (ordegenik),
yang ada malah jadi negara kacau yg penuh dengan intrik-intrik kekuasaan (machtstate) serta penuh dengan kekejaman
(kriminogik).
Mari kita berkelakar tentang negara ini, demokrasi telah
berubah menjadi democrazy. Semua telah menjadi kacau balau, rakyat dibiarkan
menderita, banyaknya anak jalanan yang bertambah, sekolah gratisnya juga mungut
pungli, kesehatan gratis jg dimainin ama pejabat kesehatan, dan masih banyak yg
bisa kita lihat tentang peta kekacauan negeri ini. Bisa dikata negeri ini sudah
menyatu dengan kapitalisme. Undang-undang jadi komoditi pasar para pebisnis dan
pengusaha untuk meloloskan kepentingan mereka, putusan hakim terasa begitu
mahal keadilannya karena telah menjadi nilau jual di pasaran, pemimpin yang
menomor satukan kaum pemodal, masuknya investor asing menjajah bumi kita
menjadikan para wong cilik buruh-buruh di perusahaannya dengan sistem
outsourching (kasarnya perbudakan modern),
DPR yang ramai-ramai tak masuk kerja, dan nikmatin uang, pejabat yang ramai-ramai
korupsi yang menjamur, narkoba yg merajalela, illegal logging, human
trafficking, dan banyak lg yg tak bisa diungkapkan lagi, kesimpulannya negara
ini sudah kacau sekacau-kacaunya. Apa yang mesti diharapkan???
Tapi terlepas dari fakta di lapangan kita bisa melihat dua
sosok yang menerobos kekuatan-kekuatan itu. Yah Jokowi dan Basuki, lihatlah
mereka wahai pemimpin yg lain, menerobos administrasi demi menyatu dengan
rakyatnya, lihatlah mereka wahai pemimpin yg lain, menerobos dinding prosedural
demi tunduk kepada rakyatnya, Bekerja dengan hatinya untuk melayani rakyatnya,
melawan kepentingan pemodal khususnya asing, dan turut serta merasakan
penderitaan rakyat miskin (ingat
kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq).
Maka sebelum kalian menjadi pelayan rakyat, jadilah pemimpin
untuk diri kalian dulu, jadiah orang baik terlebih dahulu, kuatkan moralitas
kalian (agama dan adat), tumbuhkan
hati nurani ini, menyatulah dahulu dengan wong cilik, menyatulah dalam
kebhinnekaan, yaitu filosofi bangsa ini bhinneka tunggal ika yang hakikatnya
ialah semngat bersama, penyatuan hati masyarakat berbangsa, agar kelak berjuang
bersama-sama menciptakan negeri yang indah, yaitu negeri yang penuh dengan
ketertiban dan kesejahteraan para raja (rakyat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar