IPPS

IPPS
SC

Rabu, 21 November 2012

Negeri Milyaran Para Raja (part 2)


 Masih ingat tidak ketika Gubernur DKI Jakarta (yg secara administratif disebut pemimpin/raja/dll) selalu berjalan kaki menelusuri pojok-pojok Jakarta, dengan pakaian lusuhnya yg sama sekali tak menampakkan sosok seorang raja. Turun ke jalan berbaur dengan rakyatnya, mencari sumber masalah dan berjuang keras memecahkannya (problem solving). Nahh Baru-baru ini negara kita dihebohkan dengan Gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Jokowi-Ahok yang mungkin lebih tepatnya mereka disebut news maker.

Yaa gimana tidak mereka berdua tak henti-hentinya membuat kontroversi bagi kalangan atas (bukan kalangan bawah lohh). Maksudnya opo nihh?? Gini kalau kita bicara tentang kalangan atas, itu tidak terlepas dari sifat administratifnya sebagai pemimpin atau pejabat yang notabene sangat-sangat eksklusif, sangat formalistik, sangat prosedural, mewah, dilindungi vordreader, ajudan, dan semua hal yg berkaitan dengan fasilitas pemimpin. Semua jauh dari kata 180 derajat sifat administratif yg melekat di diri seorang pemimpin (masih belum ngerti juga?). maksudnya sifat administratifnya itu yaa contoh konkrit kalau kita yaa wong cilik ini mau ketemu ama pemimpin (misalnya bupati, gubernur, dll) itu mesti berurusan dengan prosedural ping pong-ping pong belum lg ketika kita tidak dilayani dengan baik, nahh gimana tuhh pemirsa (kayak enterteiner aja loh)

Baiklah biar gak formal tuisannya saya akan jelaskan masalah mengapa Indonesia begitu administratif banget? Sistem hukum yang di pakai di Indonesia ialah sistem hukum Eropa Kontinental (civil law-civiel recht), itu ialah sistem hukum yang bercirikan negara administratif dimana untuk menjalankan alat-alat negara dibuatlah prosedural-prosedural administrasi untuk mensistematiskan jalannya negara itu, misalnya nih membuat KTP ya dibutlah prosedur seperti melapor ke RT/RW, trus urus surat pengantar ke Lurah, baru ke kantor camat lagi,, dll. Jadi makna kasarnya negara Indonesia adalah negara yang digerakkan oleh mesin administrasi dan prosedural. Dimana-mana mau berurusan dengan negara yaa berurusan dengan administrasi dan prosedur yang ada.

Nahh gimana agar prosedur dan administrasi itu bisa jalan, maka dibuatlah pelayan-pelayan masyarakat agar tidak dibebani oleh mesin administrasi itu. Dalam teori hukum, pemimpin sejatinya ialah pelayan rakyat, sehingga secara materil, rakyat memegang tampuk kekuasaan, rakyatlah yg mesti dilindungi, rakyat mesti dilayani, maka hakikat sesungguhnya dari rakyat ialah raja yang sesungguhnya dalam sebuah negara. Trus siapa pelayannya? Ya pemimpin itu tadi, ketika ia mampu melayani rakyatnya dengan baik maka konsekuensi logisnya rakyat akan menjadi sejahtera dan akan trus mempercayai si pemimpin (pelayan) tapi tatkala si pelayan ini telah melenceng dari tugas mulianya untuk melayani rakyat, maka sang raja (rakyat) tak segan-segan akan bersatu menggulingkan si pemimpin tersebut. Inilah hakikat sesungguhnya.

Sekarang marilah kita terjun dan lihat realitas di lapangan, sesuai tidak dengan teori yg saya paparkan di atas?? Wah wah justru negara ini si pelayan rakyat sudah benar-benar melenceng loh dari tugasnya, yg ada di otak mereka sekarang bagaimana agar merekalah yg dilayani, betul tidak?? Negara sudah menjadi alat bagi pemimpin untuk mempertahankan tampuk kekuasaan, rakyat dijadikan kendaraan politik, diperas dan dimanfaatkan. Semuanya jadi terbalik, maka jangan harap melihat negara ini sejahtera (walfare state) dan tertib (ordegenik), yang ada malah jadi negara kacau yg penuh dengan intrik-intrik kekuasaan (machtstate) serta penuh dengan kekejaman (kriminogik).
Mari kita berkelakar tentang negara ini, demokrasi telah berubah menjadi democrazy. Semua telah menjadi kacau balau, rakyat dibiarkan menderita, banyaknya anak jalanan yang bertambah, sekolah gratisnya juga mungut pungli, kesehatan gratis jg dimainin ama pejabat kesehatan, dan masih banyak yg bisa kita lihat tentang peta kekacauan negeri ini. Bisa dikata negeri ini sudah menyatu dengan kapitalisme. Undang-undang jadi komoditi pasar para pebisnis dan pengusaha untuk meloloskan kepentingan mereka, putusan hakim terasa begitu mahal keadilannya karena telah menjadi nilau jual di pasaran, pemimpin yang menomor satukan kaum pemodal, masuknya investor asing menjajah bumi kita menjadikan para wong cilik buruh-buruh di perusahaannya dengan sistem outsourching (kasarnya perbudakan modern), DPR yang ramai-ramai tak masuk kerja, dan nikmatin uang, pejabat yang ramai-ramai korupsi yang menjamur, narkoba yg merajalela, illegal logging, human trafficking, dan banyak lg yg tak bisa diungkapkan lagi, kesimpulannya negara ini sudah kacau sekacau-kacaunya. Apa yang mesti diharapkan???

Tapi terlepas dari fakta di lapangan kita bisa melihat dua sosok yang menerobos kekuatan-kekuatan itu. Yah Jokowi dan Basuki, lihatlah mereka wahai pemimpin yg lain, menerobos administrasi demi menyatu dengan rakyatnya, lihatlah mereka wahai pemimpin yg lain, menerobos dinding prosedural demi tunduk kepada rakyatnya, Bekerja dengan hatinya untuk melayani rakyatnya, melawan kepentingan pemodal khususnya asing, dan turut serta merasakan penderitaan rakyat miskin (ingat kepemimpinan Abu Bakar As-Shiddiq).

Maka sebelum kalian menjadi pelayan rakyat, jadilah pemimpin untuk diri kalian dulu, jadiah orang baik terlebih dahulu, kuatkan moralitas kalian (agama dan adat), tumbuhkan hati nurani ini, menyatulah dahulu dengan wong cilik, menyatulah dalam kebhinnekaan, yaitu filosofi bangsa ini bhinneka tunggal ika yang hakikatnya ialah semngat bersama, penyatuan hati masyarakat berbangsa, agar kelak berjuang bersama-sama menciptakan negeri yang indah, yaitu negeri yang penuh dengan ketertiban dan kesejahteraan para raja (rakyat).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar