Minggu pagi saat udara masih terasa sejuk dengan belaian
lembut yang menyentuh kulit kering ini, menyusuri aroma dedaunan dan pepohonan
yang bgtu rimbundan tersusun rapi bak kota-kota di eropa, terdapat berbagai
macam aktivitas pagi yang dapat terekam oleh mata-mata kita, saya pun mengitari
setapak demi setapak jalanan, melewati suasana aktivitas yang tak bgtu padat
namun cukup memberi warna. Tepat di beberapa petak jalan saya menemukan sebuah
pemandangan ceria yang sedang melingkar d salah satu pepohonan hijau di ujung
setapak jalanan ini.
Di sana nampak para anak-anak kecil dengan semangatnya serta kepolosan yang
melengkapi sempunanya wajah wajah mereka sedang duduk manis dalam posisi
melingkar bersama beberapa wajah wajah segar yah mungkin mahasiswa atau
semacamnya duduk bersama mereka dan mungkin sekilas tampak dilihat mereka
seperti para guru yang sedang memberikan sdkit ilmu mereka kepada para anak
anak ini.
Saya berjalan memasuki sedikit jalanan yang seperti sebuah
lorong bertembok pepohonan dan udara, menapakkan kakiku ke arah pemandangan
ceria itu keinginan besar untuk mendapatkan sebahagian wajah ceia itu
mendorongku untuk bergabung dan duduk di antara mereka, tanpa cangggung bahkan
kehadiranku tak menjadi sebuah penghalang bagi mereka untuk tetap belajar,
bahkan kehadiranku justru ingin menjadi bagian penting dalam hidup mereka.
Itulah mereka yang disebut pasukan bintang, para anak-anak
jalanan yang kira-kira dilihat dari usia mereka yang masih kecil dapat ditaksir
mereka semua anak anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Semangat mereka
dan raut wajah yang sama sekali memiliki impian dan motivasi tinggi untuk belajar
sangatlah kontras dengan kondisi pendidikan bangsa saat ini. Masih banyak
anak-anak yang butuh dan sangat memimpikan mengenakan seragam putih merah dan
seragam sekolah lainnya namun di sisi lain, kita terlalu kejam dengan menutup
mata sebelah kita untuk mereka.
Ketika sebahagian anak-anak kita harus besusah payah bekerja
keras untuk segenggam pengunyah perut-perut mungil mereka, tetapi kita dan
sebahagian orang lain seolah tak pernah menghiraukan berbagai macam kisah-kisah
hidup para anak anak jalanan maupun yg miskin. Paradigma egosentris dan
ideologi individualisme seolah benteng kokoh yang tak dapat di koyak oleh
beragam kisah pilu kaum-kaum miskin bangsa ini.
Manusia semakin pandai dalam berakting dengan kehidupan mereka
dan tak ubahnya mereka hanya pemeran utama dalam kisah hidup mereka sendiri. Bila
kita amati seksama toh ssungguhnya sangat banyak mereka yang peduli terhadap
para kaum miskin yang ada, tengok misalnya para kaum pemuda dan mahasiswa-mahasiswi
tanah air, masih banyak sosok-sosok pemuda idealis yang sangat ingin bergerak
bekerja untuk pengabdian yang tulus terhadap paa kaum miskin yang ada hanya
saja lemahnya kekuatan yang dimiliki, kemampuan yang terbatas bahkan tuntutan
hidup menjadi faktor utama kesulitan kesulitan yang ada, namun semuanya bisa di
obrak abrik dengan sedikit kreatifitas yang ada, itulah yang membedakan kaum
pemuda dengan kaum tua, yah kreatifitas.
Misalnya munculnya beberapa komunitas komunitas yang memiliki
kepedulian terhadap dunia pendidikan, misalnya KPAJ Makassar (Komunitas
Pencinta Anak Jalanan). Komunitas yang berhasil mengumpulkan AJ (anak jalanan) yang
lebih dikenal dengan sebutan pasukan bintang ini merupakan salah satu komunitas
yang berdiri atas kekuatan kekuatan pemuda akan keresahan mereka tehadap dunia
pendidikan.
Komunitas ini tidak hanya berdiri begitu saja, justru di
dalamnya terdapat sistem pembelajaran yang patut di acungkan jempol. Komunitas yang
aktif menyelenggarakan media pembelajaran setiap minggunya ini memiliki manajemen
dan tata organisasi yang baik dalam mengelola sekolah mereka, misalnya
mencarikan para foster parent (orang tua asuh) bagi tiap anak, memiliki para donatur
tetap, dan memberikan 1 volunteer tiap 1 AJ dengan ketentuan tiap 2 minggu
sekali para volunteer harus memberikan pelaporannya terhadap 1 AJ hasil
didikannya. Luar biasa bukan!
Selain KPAJ Makassar, di daerah lain misalnya terdapat
beberapa pemuda yang juga dengan kepedulian dan semangat pengabdian yang tinggi
terhadap dunia pendidikan bangsa, mereka membangun perpustakaan alam bagi
anak-anak pulau takabonerate selayar dengan slogan Gerakan 1000 buku bagi
anak-anak pulau Takabonerate Selayar. Perpustakaan yang diprakarsai oleh para
mahasiswa-mahasiswa asal Selayar ini didrikan
dengan alasan yang sama dengan berbagai komunitas yang lain. Kurangnya akses
serta lemahnya tanggap pemerintah terhadap persoalan bangsa membuat para
pemuda-pemuda ini kembali ke Selayar untuk memberikan pengabdian mereka
terhadap tanah lahir tercinta. Sungguh luar biasa.
Entah sebagai bentuk kepedulian dan kecintaan terhadap
anak-anak dan dunia pendidikan atau sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem
pendidikan yang menjajah kaum kecil menyebabkan munculnya kekuatan-kekuatan
kepedulian serta semngat pemuda nan idealis terhadap bangsa ini. Patut di
contohi oleh para pemuda lain yang lebih memilih menghambur-hamburkan uang demi
egosentris belaka.
Tak perlu berdebat soal aturan perundang-undangan yang ada,
tak perlu berdebat soal tak tegasnya lagi konstitusi kita, tak perlu menganggap
ini sebuah perlawanan, tapi jika anda peduli maka bergeraklah bukan
berbicara......