IPPS

IPPS
SC

Sabtu, 08 Juni 2013

Anak Miskin dan Dunia Pendidikan, dimana kah posisi kalian??



Minggu pagi saat udara masih terasa sejuk dengan belaian lembut yang menyentuh kulit kering ini, menyusuri aroma dedaunan dan pepohonan yang bgtu rimbundan tersusun rapi bak kota-kota di eropa, terdapat berbagai macam aktivitas pagi yang dapat terekam oleh mata-mata kita, saya pun mengitari setapak demi setapak jalanan, melewati suasana aktivitas yang tak bgtu padat namun cukup memberi warna. Tepat di beberapa petak jalan saya menemukan sebuah pemandangan ceria yang sedang melingkar d salah satu pepohonan hijau di ujung setapak jalanan ini. 

Di sana nampak para anak-anak kecil  dengan semangatnya serta kepolosan yang melengkapi sempunanya wajah wajah mereka sedang duduk manis dalam posisi melingkar bersama beberapa wajah wajah segar yah mungkin mahasiswa atau semacamnya duduk bersama mereka dan mungkin sekilas tampak dilihat mereka seperti para guru yang sedang memberikan sdkit ilmu mereka kepada para anak anak ini.

Saya berjalan memasuki sedikit jalanan yang seperti sebuah lorong bertembok pepohonan dan udara, menapakkan kakiku ke arah pemandangan ceria itu keinginan besar untuk mendapatkan sebahagian wajah ceia itu mendorongku untuk bergabung dan duduk di antara mereka, tanpa cangggung bahkan kehadiranku tak menjadi sebuah penghalang bagi mereka untuk tetap belajar, bahkan kehadiranku justru ingin menjadi bagian penting dalam hidup mereka.

Itulah mereka yang disebut pasukan bintang, para anak-anak jalanan yang kira-kira dilihat dari usia mereka yang masih kecil dapat ditaksir mereka semua anak anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Semangat mereka dan raut wajah yang sama sekali memiliki impian dan motivasi tinggi untuk belajar sangatlah kontras dengan kondisi pendidikan bangsa saat ini. Masih banyak anak-anak yang butuh dan sangat memimpikan mengenakan seragam putih merah dan seragam sekolah lainnya namun di sisi lain, kita terlalu kejam dengan menutup mata sebelah kita untuk mereka.

Ketika sebahagian anak-anak kita harus besusah payah bekerja keras untuk segenggam pengunyah perut-perut mungil mereka, tetapi kita dan sebahagian orang lain seolah tak pernah menghiraukan berbagai macam kisah-kisah hidup para anak anak jalanan maupun yg miskin. Paradigma egosentris dan ideologi individualisme seolah benteng kokoh yang tak dapat di koyak oleh beragam kisah pilu kaum-kaum miskin bangsa ini.

Manusia semakin pandai dalam berakting dengan kehidupan mereka dan tak ubahnya mereka hanya pemeran utama dalam kisah hidup mereka sendiri. Bila kita amati seksama toh ssungguhnya sangat banyak mereka yang peduli terhadap para kaum miskin yang ada, tengok misalnya para kaum pemuda dan mahasiswa-mahasiswi tanah air, masih banyak sosok-sosok pemuda idealis yang sangat ingin bergerak bekerja untuk pengabdian yang tulus terhadap paa kaum miskin yang ada hanya saja lemahnya kekuatan yang dimiliki, kemampuan yang terbatas bahkan tuntutan hidup menjadi faktor utama kesulitan kesulitan yang ada, namun semuanya bisa di obrak abrik dengan sedikit kreatifitas yang ada, itulah yang membedakan kaum pemuda dengan kaum tua, yah kreatifitas.

Misalnya munculnya beberapa komunitas komunitas yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan, misalnya KPAJ Makassar (Komunitas Pencinta Anak Jalanan). Komunitas yang berhasil mengumpulkan AJ (anak jalanan) yang lebih dikenal dengan sebutan pasukan bintang ini merupakan salah satu komunitas yang berdiri atas kekuatan kekuatan pemuda akan keresahan mereka tehadap dunia pendidikan.

Komunitas ini tidak hanya berdiri begitu saja, justru di dalamnya terdapat sistem pembelajaran yang patut di acungkan jempol. Komunitas yang aktif menyelenggarakan media pembelajaran setiap minggunya ini memiliki manajemen dan tata organisasi yang baik dalam mengelola sekolah mereka, misalnya mencarikan para foster parent (orang tua asuh) bagi tiap anak, memiliki para donatur tetap, dan memberikan 1 volunteer tiap 1 AJ dengan ketentuan tiap 2 minggu sekali para volunteer harus memberikan pelaporannya terhadap 1 AJ hasil didikannya. Luar biasa bukan!

Selain KPAJ Makassar, di daerah lain misalnya terdapat beberapa pemuda yang juga dengan kepedulian dan semangat pengabdian yang tinggi terhadap dunia pendidikan bangsa, mereka membangun perpustakaan alam bagi anak-anak pulau takabonerate selayar dengan slogan Gerakan 1000 buku bagi anak-anak pulau Takabonerate Selayar. Perpustakaan yang diprakarsai oleh para mahasiswa-mahasiswa asal Selayar ini  didrikan dengan alasan yang sama dengan berbagai komunitas yang lain. Kurangnya akses serta lemahnya tanggap pemerintah terhadap persoalan bangsa membuat para pemuda-pemuda ini kembali ke Selayar untuk memberikan pengabdian mereka terhadap tanah lahir tercinta. Sungguh luar biasa.

Entah sebagai bentuk kepedulian dan kecintaan terhadap anak-anak dan dunia pendidikan atau sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan yang menjajah kaum kecil menyebabkan munculnya kekuatan-kekuatan kepedulian serta semngat pemuda nan idealis terhadap bangsa ini. Patut di contohi oleh para pemuda lain yang lebih memilih menghambur-hamburkan uang demi egosentris belaka.

Tak perlu berdebat soal aturan perundang-undangan yang ada, tak perlu berdebat soal tak tegasnya lagi konstitusi kita, tak perlu menganggap ini sebuah perlawanan, tapi jika anda peduli maka bergeraklah bukan berbicara......

SEKOLAH KHUSUS ANAK JALANAN, ANAK TERLANTAR, DAN ANAK FAKIR MISKIN (analisis yuridis dan sosiologis)




Negara didirikan ialah menciptakan negara kesejahteraan dimana esensi masyarakat tertib akan terwujud dalam jagat berhukum di negara tersebut. Terutama Negara Republik Indonesia yang di proklamirkan oleh pejuang-pejuang negeri ini demi terwujudnya negara kesejahteraan dan negara ketertiban  sebagai cita-cita bangsa yang luhur yang termaktub dalam Pancasila dan UUD NRI 1945.

Namun seiring berjalan waktu, Tidak semudah membalikkan telapak tangan maka semuanya tercapai butuh proses panjang membangun bangsa tersebut mencapai cita-citanya. Jalan terjal pun di lalui. Berbagai permasalahan bangsa silih berganti menerpa, dinamika masyarakat dan berbagai macam perkembangan pemikiran  mempengaruhi segalanya. Bahkan hukum pun tidak mampu menyeleseikan semuanya. Butuh pemikiran progresif untuk bisa menyeleseikannya. Pemerintah pun di wajibkan berfikir responsif dan bertindak cepat dan tanggas mengenai permasalahan yang ada di masyarakat. Agar cita-cita para Founding Father maupun masyarakat Indonesia dapat tercapai.

Dewasa ini dinamika masyarakat yang terus bergerak cepat menimbulkan berbagai macam permasalahan baru. Mandulnya hukum dan menyebarnya iblis-iblis berdasi, negara yang korup, dan lain-lain menyebabkan terjadinya kerusakan moral yang berdampak pada masyarakat kecil. Pemerintah yang sejatinya ialah pelayan serta masyarakat sebagai raja yang harus dilayani oleh pemerintah seolah-olah telah bergeser sebaliknya. Pemerintah malah menjadi penjahat nyata bagi masyarakat sedangkan masyarakat dijadikan alat politis bagi para pejabat tersebut. Inilah yang menjadi PR besar bagi mahasiswa hukum sekarang agar secepatnya memperbaiki kerusakan yang terjadi baik secara moral maupun sistem itu sendiri. 

Maka lebih jelasnya salah satu permasalahan yang akan penulis uraikan dalam tulisan ini, yaitu mengenai banyaknya anak jalanan, anak terlantar, maupun anak fakir miskin yang tersebar di negara ini namun terabaikan oleh pemerintah kita. Menurut pasal 1 ayat (6) UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak maka anak terlantar ialah  anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental,spiritual, maupun sosial. Sedangkan dalam Perda Kota Makassar No. 2 Tahun 2008 pasal 1 huruf m bahwa Anak jalanan merupakan anak-anak yang beraktifitas di jalanan antara 4-8 jam sehari.

Dari pengertian di atas maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa anak terlantar maupun anak jalanan merupakan anak yang betul-betul sangat tidak terpenuhi segala macam kebutuhannya serta hak-haknya. Dalam UUD NRI 1945 pasal 28-B ayat (2) bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.  Begitu pula dalam pasal-pasal selanjutnya meskipun tidak menjelaskan secara rinci mengenai anak namun sangat cukup bahwa anak pun memiliki hak sebagai warga negara untuk hidup selayaknya di negara tersebut. Hidup dalam kondisi aman, menempuh pendidikan (pasal 31 ayat(2) UUD NRI 1945) dan lain-lain. 

Maka sangatlah jelas dalam konstitusi kita begitu tegas menjelaskan poin-poin tersebut khususnya anak. Permasalahannya ialah sudahkah konstitusi kita di jalankan dengan benar? Sangat di sayangkan justru semakin lama permasalahan anak-anak tidak mampu dalam hal ini kurang mendapat perhatian bahkan menjadi prioritas terbelakang. Jangankan anak-anak yang tidak mampu. Anak-anak yang sekolah pun saat mereka memberikan prestasi nyata untuk bangsa nyatanya hanya jadi angin lewat saja tak ada sama sekali penghargaan berlebih bagi mereka, layaknya habis manis sepah dibuang. Sungguh ironis potret pejabat-pejabat bangsa kita yang hanya tahu bagaimana cara memakan uang namun tidak tahu bagaimana agar uang tersebut mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.
Bagi anak-anak kurang mampu, pemerintah telah mencarikan solusi dengan program BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Toh ternyata program yang lumayan cukup mampu membantu anak-anak kurang mampu tersebut ternyata menjadi mesin pengeruk uang para pejabat-pejabat maupun oknum-oknum sekolah saja. Bayangkan berapa banyak kerugian negara tersebut dan lagi-lagi anak-anak kaum kecil yang menjadi korban kejahatan manusia tak bermoral tersebut. Begitupula dengan beasiswa-beasiswa di sekolah-sekolah, contoh di salah satu sekolah negeri di gowa (di samarkan) setelah saya menanyakan kepada orang tua siswa serta siswa (saat itu beliau kelas 2 SMK, sekarang kelas 3 SMK) tersebut ternyata dana sebesar Rp. 700ribu yang segarusnya ia terima kenyataanya hanya sebesar Rp. 200ribu saja, dengan berbagai alasan serta prosedur yang berbelit-belit akhirnya sisanya pun tak sampai di tangannya. Dengan polosnya mereka hanya berkata,”maklum kita hanya orang kecil saja yahh jadi biarlah seperti itu.”
Sungguh sangat ironis sekali kondisi moral bangsa kita. Baru-baru ini di Metro TV menyiarkan berita di daerah Jawa Barat terdapat anak-anak dari desa yang terisolasi beberapa meter oleh Sungai besar harus menempuh ke sekolah dengan meyeberangi sungai yang deras dengan memakai rakit yang telah di sambungkan dengan tali panjang ke desa seberang hanya untuk pergi ke sekolah, begitupun sangat banyak di daerah-daerah lain yang seperti itu. Maka dimanakah esensi sesungguhnya dari konstitusi kita maupun peraturan-peraturan di bawahnya yang telah mengatur secara jelas persoalan ini? apakah aturan tersebut yang merupakan kebijakan dari orang-orang yang dikatakan terhormat itu, ataukah hanya sekedar pemenuhan kewajiban yang dampaknya buang-buang uang belaka?

Kita kembali ke permasalahan inti mengenai anak-anak jalanan maupun anak-anak terlantar yang kian tak terurus bahkan seolah sampah masyarakat bagi kalangan atas. Maka penulis berpendapat bahwa butuh solusi jitu agar mereka dapat hidup layak dan mendapat hak-hak mereka. Bagi penulis dengan mendirikan Sekolah khusus (beserta tempat tinggal dan taman bermain) maka mereka dapat dididik sebagai penerus bangsa bahkan menurut Ibu Yani, dosen di fakultas Hukum UIN Alauddin, beliau mengatakan bahwa ini akan menjadi infestasi besar-besaran sebuah negara di masa depan sebagai sebuah negara dengan pemikiran cerdas. 

Sangat jelas bahwa daripada menghamburkan uang negara yang tidak jelas dan merugikan negara maka ada kalanya uang tersebut di jadikan infestasi intelektual dan moril bangsa tersebut dengan pendidikan yang layak bagi anak-anak yang kurang mampu tersebut sesuai dengan asas non diskriminasi dan kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, perkembangan hidup, dan kelangsungannya an lain-lain sesuai dalam pasal 2 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak maupun ketentuan dalam pasal 13 ayat (1) serta kewajiban negara dan masyarakat dalam pasal 21-25 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. 

Sungguh gagasan ini lebih ideal ketimbang membuat aturan-aturan tidak jelas mengenai anak jalanan maupun anak terlantar namun tanpa follow up sekaligus maka pemerintah selaku pelayan masyarakat niscayanya harus memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya terutama rakyat kecil. Karena rakyatlah sejatinya ialah raja dalam suatu negara. 

Maka akhir dari tulisan ini penulis ingin mengungkapkan salah satu adagium yang dipopulerkan oleh Ulpian yang di anggap sebagai prinsip keadilan utama oleh Aristoteles yaitu,” Honeste vivere, alterum non liadere, suum quiquie  tribuere ( Hidup secara terhormat, tidak menggangu orang lain, dan memberi kepada sesama umat manusia).