IPPS

IPPS
SC

Jumat, 28 November 2014

MENYAPA SENJA

Surya bergerak tergelincir dengan senyuman..
hangat menyapa dalam pelukan..
Langkah-langkah beriringan memujanya..
berbondong-bondong mengagumi rupanya..

Empat mata menatap senja..
Saat dua hati di mabuk cinta..
patutlah kita menjadi keluarga..
Mereka yang disebut keluarga cemara..

Kepulan asap dikepulkan..
ditujukan ke haribaan sang surya..
kepulan-kepulan berbentuk lingkaran..
menjadi pigura bagi sang surya..

Sang surya hadir di setiap suasana kalbu..
Teman alam bagi sang kalbu..
Terbitnya menyejukkan kebahagiaan..
Tenggelamnya menentramkan kesedihan..

Maka siapa pula yang tak suka sang surya..
Kewarasan seolah jadi tolak ukur..
Mengukur hati-hati manusia..
Bagi mereka yang senang terpekur..

Sapalah dia..
Nikmatilah kesejukannya saat pagi datang..
Peluklah dia..
Resapilah kehangatannya saat malam menjelang..





MALAM KELABU

Ohh Malam yang kelabu..
saat ikrar kedua tangan menyatu..
duduk bermandikan kelabu..
menyapas semilir angiin berhembus..
di belai-belai sambil membasuh..

Ohh Malam yang kelabu..

saat dua pasang kaki telanjang mengelus..
menyentuh guratan pasir yang halus..
membuncah bermain-main saat ombak berseru-seru..
seolah ingin menggapai sepasang kaki yang sendu..

Ohh Malam yang kelabu..

anginmu menggoncangkan tubuh-tubuh sendu..
menyapa sepasang manusia yang beradu..
seolah-olah menentramkan kalbu..
bersama-sama pasir dan ombak sebagai kawanmu..
menyanyikan lagu alam yang sendu..
atau malah lagu alam yang merdu..
dan penuh dengan merindu..

Ohh Malam yang kelabu

Minggu, 23 November 2014

KETIKA PANDAWA DAN KURAWA DALAM KEKUASAAN LEGISLATIF BERDAMAI


Setelah beberapa bulan yang lalu pesta demokrasi telah usai, kini para pemegang kekuasaan baik eksekutif maupun legislative telah berganti baju dengan pakaian yang baru. Ramai-ramai para pemegang tampuk kekuasaan pun tancap gas menetapkan dan mengejar target membangun Negara ke arah Negara kesejahteraan (welfare state) yang di cita-citakan. 
Namun ketika kekuasaan eksekutif dengan mesin yang baru sudah melangkah berkilo-kilo mil dengan kecepatan penuh demi target yang tinggi yang telah di usung, justru kekuasaan legislative tertatih-tatih, tergeletak, tertinggal jauh dari partner kekuasaan negaranya tersebut yang bahkan program-programnya satu persatu telah mulai terealisasi dan teraplikasi secara sektoral. Bak dua buah kendaraan baru yang berada di dalam jalur tol (baca: masa transisi) yang wajib untuk segera keluar dari jalur tersebut menuju jalan-jalan utama (baca: program-program) sebagai wilayah kerja masing-masing. Jika kekuasaan eksekutif dengan mesin barunya telah keluar dari jalur tol tersebut yang bahkan telah menikmati jalan-jalan utama, justru kekuasaan legislative dengan mesin barunya malah diam di tempat tak mampu bergerak dan tertinggal jauh hanya demi mengurusi mesin barunya yang justru bermasalah. Jangankan keluar dari jalur tersebut atau hanya untuk sekedar melewati loket pembayaran, memanasi mesinnya pun masih sangat susah.
Perebutan Kekuasaan
Saya masih ingat kata-kata tukang becak di pinggir jalan, sebut saja namanya Bejo. Ia menyebut anggota DPR layaknya anak kecil yang berkelahi demi memperebutkan sebungkus permen yang manis. Sambil tersenyum-senyum dalam hati saya pun mengiyakan sembari menayamakan permen yang manis itu merupakan pucuk kekuasaan yang sangat manis bagaikan gula yang berbondong-bondong di hinggapi semut bedanya semut bekerja sama dengan para anggotanya demi satu tujuan sedangkan mereka para anggota dewan yang terhormat (DPR RI) malah saling makan demi tujuan koalisi, bukan rakyat. Nah dari pernyataan Bejo tersebut sekaligus mewakili jutaan Bejo-Bejo kecil di tanah air termasuk saya.
Perebutan kekuasaan menjadi trending topic di awal masa periode baru kepengurusan anggota DPR RI yang baru. Entah itu prestasi sebagai lembaga tinggi, ataukah demi prestise berdasarkan koalisi.saling tuding-menuding, hujat-menghujat bak perseteruan Pandawa dan Kurawa dalam kisah epic Mahabharata atau bahkan layaknya kisah dua orang kakak beradik kembar yang sibuk berebut ingin mendapatkan status siapa yang berhak menjadi kepala keluarga. Hingga akhirnya saya pun berkata dengan nada sinis, “ Luar biasa, betapa berbudaya dan beradabnya mereka numpang duduk di kursi terhormat itu”. Puji diriku dengan penuh sarkas. Jika air di gunung dan minyak di lautan dapat bersatu dan bertemu di tempayan yang menghasilkan cita rasa luar biasa, lalu bagaimana dengan dua koalisi tersebut? Bukankah perbedaan itu indah?. Akhirnya kita sepakat dengan tagline salah satu iklan, “air dan minyak beda tapi bisa berdampingan”. KMP dan KIH beda tapi bolehlah berdampingan wong itu kehendak rakyat kok. Lagi-lagi perbedaan menjadi postulat utama dimana demokrasi di tanah air menjadi titik bifurkasi lahirnya paradox. Di satu sisi ada yang berpendapat demokrasi kita sedang di uji, tapi di sisi lain malah banyak berkomentar demokrasi kita bakal teruji.
Dua koalisi yang menjadi actor-aktor pertarungan politik di dua kompetisi elit kekuasaan tersebut, entah mana yang mendapat peran antagonis dan siapa bergelar protagonist ataukah malah dua-duanya mengklaim sebagai protagonist. Akhirnya rakyat hanya disuguhi pertunjukan wayang berjas dan berdasi itu.
Gonjang – Ganjing UU MD3 
Banyak jalan menuju Roma, ungkapan itu seolah ditujukan ke koalisi Merah Putih (KMP) oleh segelintir orang. Kalah telak di kompetisi elit bernama eksekutif lalu menang mutlak di tampuk podium legislative. Bahkan kemenangan KMP sudah disinyalir tatkala UU MD3 sukses di goalkan oleh punggawanya. Apa yang salah? Bukankah itulah tugasnya memproduksi aplikasi bernama undang-undang?. Disinilah awal mula duri yang menusuk hingga semakin merasuk kesakitan bagi koalisi Indonesia Hebat (KIH). Sebagai sang jawara kekuasaan eksekutif, duri bernama UU MD3 itu di rasa sebagai penekan dan penghambat jalannya kekuasaan eksekutif. Hal ini semakin diperkuat mengingat jalannya pengabsahannya yang terbilang terburu-buru bahkan dipaksakan tatkala laju suara rakyat malah berpihak pada kontestan lawan. KMP berdalih justru ini merupakan terobosan baru yang futuristik demi memperkokoh fungsi checks and balances dari rumus kekuasaan ciptaan Montesqieu tersebut.
Jika dianalisa memang benar kemenangan KMP di DPR di tambah reinkarnasi dari UU MD3 bakal memperkokoh fungsi checks and balances namun ibarat mesin jika terlalu berlebihan maka justru bakal merusak. Inilah rupa dari UU MD3 itu. Hal inti yang menjadi titik permasalahan ialah terlalu besarnya porsi hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat yang dimiliki oleh DPR. Seolah-olah tiap kesalahan atau kebijakan yang dibuat pemerintah yang tidak sesuai dengan hasrat DPR maka DPR dapat serta merta menggunakan 3 hak bantu nya untuk merekonstruksi kebijakan tersebut. 
Pertemuan pun digalakkan demi mencapai islah. Bagi-bagi kue (baca kursi) jilid II pun tak terelakkan. Pasal demi pasal turut menjadi barang yang didiskusikan dan diperdebatkan untuk di hapuskan demi mencapai titik temu. Meskipun demikian bak gayung bersambut, pasal-pasal yang bersifat mengulang (redundant) seperti pasal 74 ayat (3) ayat (4) ayat (5) dan ayat (6) dan Pasal 98 ayat (7) ayat (8) dan ayat (9) bakal di hapus sesuai kesepakatan. Entah ini menjadi sebuah keberhasilan ataukah malah berhasil dalam kegagalan.

selengkapnya berikut pasal-pasal yang akan di hapus berdasarkan kesepakatan :

Pasal 74

(1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat panitia khusus, rapat panitia kerja, rapat tim pengawas, atau rapat tim lain yang dibentuk oleh DPR demi kepentingan bangsa dan negara

(‎2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


3) Setiap pejabat negara atau pejabat pemerintah yang mengabaikan rekomendasi DPR, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.

(4) Dalam hal pejabat negara atau pejabat pemerintah mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan.

(5) DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara atau pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan atau mengabaikan rekomendasi DPR.

(6) Dalam hal badan hukum atau warga negara mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DPR dapat meminta kepada instansi yang berwenang untuk dikenai sanksi.

Pasal 98

(7) Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6), komisi dapat menysulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(8) DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

Adapun ayat (6) yang terkait dengan pasal 98 ayat 7 dan 8 berbunyi:

(6) Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh Pemerintah. 


Antibodi Hak imunitas penangkal si obat KPK


ibarat sebuah penyakit pasti ada obatnya namun tahukah kita jika virus-virus pun memiliki kemampuan regenerasi hingga menciptakan virus-virus baru? tengoklah virus-virus modern seperti SARS, HIV/AID, Antraks, hingga Ebola yang bermunculan secara mendadak menandakan awal baru modernisasi virus-virus tersebut. maka virus pun tidak kalah hebatnya dengan otak manusia bahkan lebih cerdas dan berhasil merepotkan manusia. lihatlah AIDS dan Ebola yang hingga kini belum ditemukan penangkalnya, begitu pula virus-virus di dunia pemerintahan. jika korupsi merupakan virus yang mengalir di sendi-sendi pemerintahan layaknya jaringan pembuluh darah, maka begitu pulalah kekuasaan. Bukan berarti kekuasaan itu virus, kekuasaan ibarat tubuh yang di dalamnya terdapat jaringan-jaringan pembuluh darah tempat mengalirnya virus di dalam darah. Oknum-oknum yang mewabahinya dengan kreasi-kreasi yang kontraproduktif dengan tujuan pemerintahan. Korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah virus-virus kekuasaan yang hingga kini menyebar tak karuan. namun ketika penangkal bernama KPK berhasil ditemukan, maka virus-virus pun bakal meregenerasi lagi dengan lebih canggih.  

Jika di analisa UU MD3 terdapat hak yang dapat merangsang bahkan memproteksi virus-virus kekuasaan. munculnya hak imunitas bukan berarti bakal memproteksi jalannya kekuasaan legislatif dari pengaruh-pengaruh yang kontraproduktif dengan tupoksi DPR tetapi juga sekaligus memproteksi suburnya endemi virus-virus kekuasaan di tubuh lembaga rakyat itu. sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui. entah ini disadari atau tidak oleh wakil rakyat itu atau malah pura-pura menutup mata tak melihat lalu lanjutkan pekerjaan seolah tak terjadi apa-apa. mengenai hak imunitas DPR yang begitu kebal dengan hukum berdasarkan pasal 224 UU MD3. Hal ini justru bertolak belakang dengan azas persamaan di depan hukum (equality before the law) yang justru mengkerdilkan peranan penegak hukum sperti KPK. bisa dibilang UU MD3 diciptakan layaknya antibodi yang berhasil di buat untuk menangkal obat yang bernama KPK. 

Akhirnya sebuah babak baru...



Meskipun hanya beberapa poin saja yang berhasil di sepakati namun tidak menghapus inti dari islah ialah demi bersatumya air dan minyak, demi berdamainya pandawa dan kurawa agar kekuasaan legislative dapat kembali ngebut bekerja mengejar ketertinggalannya mengingat PR baru bagi DPR begitu banyak dan masih banyak RUU penting yang harus diseleseikan ketimbang hanya sibuk mempertahankan status quo. Maka yang bakal menjadi bensin bagi jalannya kendaraan DPR ialah revisi UU MD3 serta olinya ialah mengesahkan secepatnya komisi-komisi sesuai kesepakatan bersama. Jika tidak maka lihatlah seperti Ibu Menteri ESDM Rini Soemarno yang bahkan tak sudi rapat dengan DPR dengan alasan kelengkapan DPR belumlah resmi legalitasnya. Bisa jadi sang ibu Menteri menjadi yang pertama dari sekian menteri-menteri Jokowi yang bakal berpaling jika masalah internal DPR belum selesai. Ibaratnya ngurusin rumah tangganya saja ngga becus malah sok-sok mau ngurus rumah tangga rakyat Indonesia.

Babak baru pun dimulai. Kesepakatan telah diteken, walhasil lembaran baru siap terisi, wartawan silih berganti menatap di balik potret-potret kamera. Ribuan kertas produksi perusahaan Koran pun siap menampung cerita baru dari kisah dua pandawa ini. Saat mereka yang disebut para pakar, entah pakar hukum, pakar politik, pakar ekonomi atau bahkan pakar-pakar dadakan lainnya  yang bahkan lebih pantas disebut peramal modern ini mulai meramal keberlangsungan dua saudara ini dengan begitu gagah dan hebatnya dihadapan sorotan kamera sontak opini mulai bergulir, diskusi jadi makanan ringan sehari-hari namun tetap tak mengubah sikap dari dua saudara yang sedang menjadi aktor politik itu. Babak baru di mulai bukan karena bakal hadirnya kualitas produk undang-undang yang bakal dihasilkan, bukan pula menciptakan kualitas politik hukum yang pro rakyat tetapi babak baru tersebut bernama perseteruan baru, yaitu Interpelasi oleh KMP kepada pemerintah dengan judul baru “Mengapa BBM Naik”???.